BAB
I
PENDAHULUAN
Choroidal
Neovascularization (CNV) adalah pertumbuhan menyimpang dari pembuluh darah
di bawah makula terkait dengan berbagai gangguan, yang paling signifikan adalah
age related macular degeneration (ARMD). Beberapa kondisi lain yang terkait
dengan CNV termasuk peradangan intraokular, angioid streak, pecah koroidal,
miopia patologis, bekas luka chorioretinal, atau distrofi chorioretinal. 1,
2
Meskipun penyebab yang berbeda, teknik untuk diagnosis dan
pengobatan adalah sama untuk CNV. Penting dalam manajemen pasien adalah
pemahaman yang menyeluruh tentang prinsip-prinsip angiografi mata untuk
menegakkan diagnosis, mengkategorikan proses penyakit yang mendasari, dan strategi
manajemen. Baru-baru ini, terapi fotodinamik (PDT) menggunakan verteporfin
telah efektif untuk beberapa jenis CNV dalam uji klinis acak. 1, 2
Penyelidikan lebih lanjut dari teknik pengobatan termasuk studi
pilot menggunakan photocoagulation laser, terapi fotodinamik (PDT), operasi dan
terapi farmakologi. Semua penelitian ini masih dalam tahap awal dan untuk menangani
pasien mengikut standar profesi adalah penting untuk menguasai kompetensi yang
tersedia.1, 2
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Anatomi dan Fisiologi Koroid
Koroid merupakan bagian traktus
uvea paling posterior yang menutrisi retina bagian luar. Ketebalannya sekitar
0,25mm dan terdiri atas tiga lapisan yaitu koriokapiler yang paling dalam,
pembuluh kecil bagian tengah dan pembuluh besar bagian luar. Koroid terbentang
dari diskus optik sampai ora serrata.2
Gambar 1. Potongan mikroskopik
koroid.2
Struktur koroid tipis halus, berupa
lapisan berwarna coklat melapisi sklera bagian dalam dan memiliki banyak
vaskularisasi. Permukaan dalam koroid halus, melekat erat pada pigmen retina,
sedangkan permukaan luarnya kasar dan melekat erat pada saraf optik dan tempat
dimana arteri siliaris posterior dan nervus siliaris memasuki bola mata, juga
melekat pada tempat keluar keempat vena vortex.2
Lamina suprakoroid
merupakan bagian ini merupakan suatu membran tipis dengan serat kolagen yang
padat, melanosit dan fibroblast. Bagian ini bersambungan dibagian anterior
dengan lamina suprasiliaris. Antara membran ini
dan sklera terdapat suatu ruang potensial yang disebut suprachoroidal space. Di dalam ruangan
suprachoroidal space ini dapat ditemukan arteri dan nervus siliaris posterior
longus dan brevis. 2
Stroma koroid adalah
bagian mengandung jaringan kolagen dengan beberapa jaringan elastik dan serat
retikulum. Bagian ini juga mengandung sel-sel pigmen dan sel-sel plasma. Pada
lapisan ini, penyusun utamanya juga terdiri dari tiga lapis yaitu : (i) lapisan
pembuluh darah besar (Haller’s layer),
(ii) lapisan pembuluh darah sedang (Sattler’s
layer) dan (iii) lapisan koriokapilaris.2
Ketiga lapisan pembuluh darah tersebut diatas
disuplai oleh arteri dan vena. Arterinya
berasal dari cabang arteri posterior brevis yang berjalan ke anterior. Venanya
lebih besar dan bergabung dengan vena verticose yang kemudian menembus sklera
dan bergabung dengan vena-vena ophthalmikus. Lapisan koriokapiler memiliki
dinding pembuluh darah tipis dan mengandung fenestra multiple, terutama pada
permukaan yang menghadap retina. Kapiler juga mengandung jaringan ikat yang
mengandung melanosit dan densitas kapiler terbanyak dan terbesar terdapat di
daerah makula. 2
Membrane Bruch’s, lapisan
terdalam koroid adalah membran Bruch’s,
berasal dari fusi antara membran basalis RPE dan koriokapiler. Membran ini
dimulai dari diskus optic sampai oraserata.Pada pemeriksaan ultrastruktural
terdiri atas lima lapisan dari luar ke dalam yaitu, membran basalis
koriokapiler, lapisan serat kolagen luar, jaringan serat elastik, lapisan serat
kolagen dalam dan lamina basalis RPE. 3
Perdarahan
koroid berasal dari tiga arteri dan vena yaitu: 3
1.
Arteri siliaris posterior brevis muncul
menjadi dua cabang dari arteri oftalmika, masing-masing cabang terbagi menjadi
10-20 cabang yang menembus sklera di sekitar saraf optik dan mensuplai darah
koroid secara segmental.
2.
Arteri siliaris posterior dibagi menjadi
dua bagian, nasal dan temporal. Pembuluh darah ini menembus sklera dengan cara
melintang di sisi medial dan lateral dari saraf optik dan berjalan ke depan
ruang subaraknoid mencapai otot siliris tanpa percabangan. Pada ujungnya
berakhir di otot siliaris dan beranastomosis dengan arteri siliaris anterior
dan memberikan pasokan darah bagi korpus siliaris.
3.
Arteri siliaris anterior berasal dari
cabang-cabang arteri otot mata, jumlahnya ada 7, 2 masing-masing dari arteri
rektus superior, rektus inferior, dan otot rektus medial dan saru dari rektus
lateralis. Arteri ini menembus anterior episklera dan memberikan cabang ke
sklera, limbus, konjungtiva, dan akhirnya menembus sklera dekat limbus untuk
memasuki otot siliaris. Pada bagian akhir ini beranastomosis dengan dua arteri
siliaris posterior longus untuk membentuk sirkulus arteri mayor dan menyuplai
prosesus siliaris. Cabang-cabang dari sirkulus ini secara radial melewati
pinggiran pupil dan beranastomose satu sama lainnya menjadi sirkulus arteri
minor.
4.
Drainase vena, vena-vena kecil mengalir
dari iris, korpus siliaris, dan koroid bergabung membentuk vena vorteks. Vena
vorteks ini terbagi menjadi empat yaitu superior temporal, inferior temporal,
superior nasal, dan inferior nasal. Pembuluh vena ini menembus sklera di
belakang ekuator dan mengalir ke vena oftalmika superior dan inferior yang
dimana akan mengalir ke sinus kavernosus.
Gambar 2. Vaskularisasi darah arteri dan vena pada
traktus uvea. 3
Koroid
memiliki fungsi terutama untuk mensuplai darah ke epitel pigmen retina (RPE)
sampai ke dua pertiga lapisan nuklear dalam dari neurosensori retina.
Koriokapiler yang memerankan fungsi ini membawa darah melalui
pembuluh-pembuluhnya ke bagian anterior bola mata. Koroid juga diperkirakan
berperan dalam proses pertukaran panas di retina karena tingginya aliran darah
di pembuluh darah koroid. Sel-sel pigmen koroid menyerap cahaya yang berlebihan
yang berpenetrasi ke retina tapi tidak diserap sel-sel fotoreseptor. Di samping
itu koroid juga memberikan peranan yang besar pada pemeriksaan fundus karena
respon dari pigmen dan warna koroid.3
2.2 Definisi
Choroidal Neovascularization adalah pertumbuhan pembuluh darah abnormal dan disertai
oleh infiltrat seluler yang berasal dari koroid, yang membentang melalui
membran Bruch untuk berproliferasi di bawah retina, epitel pigmen retina, atau
keduanya. Ini adalah proses tahap akhir yang umum menyebabkan
kehilangan penglihatan berat pada sejumlah penyakit mata yang berbeda.4
2.3
Epidemiologi
Di
Amerika, prevalensi CNV berhubungan dengan degenerasi makula terkait usia
(ARMD) adalah 1.2%, pada orang dewasa berusia 43-86 tahun. Miopia adalah
penyebab paling umum kedua dari CNV di Amerika Serikat dan Eropa. CNV diperkirakan
terjadi pada 5-10% dari penderita miopia, 60-75% di antaranya adalah subfoveal.4
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan fluorescein angiogram
kita bisa mengklasifikasikan CNV kepada dua tipe, yaitu: 4
1)
CNV klasik
2)
CNV occult
CNV Occult terbagi kepada dua
jenis, yaitu:
a)
Pigmen Epitelium
Detachment (PED) fibrovaskular
b)
Kebocoran lambat dari sumber yang tidak ketahui
Gambar 3:4
a) CNV
klasik b) CNV Occult
Ingrowth vaskular menyebabkan perubahan fisiologis yang luar biasa
di daerah makula, dan perubahan ini dapat dideteksi dan dievaluasi dengan
angiografi. Pembuluh darah biasanya tumbuh di bagian dalam membran
Bruch, meskipun mereka dapat menembus kedalam ruang subretinal. Penampilan angiografik CNV diatur
oleh lokasi, kepadatan, dan kematangan pembuluh darah baru, serta jumlah dan
karakter jaringan yang intervensi. Pertumbuhan yang relatif akut adalah
pembuluh darah di bagian dalam membran Bruch, atau bahkan di ruang subretinal, dengan
penyertaan jaringan yang minimal dalam jaringan pembuluh darah menunjukkan hyperfluorescence segera setelah munculnya diberi pewarna. Dalam pola ingrowth pembuluh darah
ini, pembuluh darah sendiri sering dapat mudah divisualisasikan selama fase
awal angiogram. Pembuluh darah ini menunjukkan kebocoran yang menonjol
selama angiogram, dan pembuluh darah sering dikaburkan oleh fluorescein
diatasnya yang telah bocor dari pembuluh darahnya sendiri. Pola topografi dan temporal
mendefinisikan CNV klasik. Dalam klasik CNV ada hyperfluorescence
awal dengan kebocoran pada akhirnya. Pembuluh darah di klasik CNV dapat
muncul sebagai "brush" atau
"cartwheel" di awal
angiogram. Pola ini sebagai komponen murni terlihat hanya sekitar 10%
dari pasien dengan AMD tetapi dalam proporsi yang jauh lebih tinggi dari pasien
dengan penyebab lain dari CNV.5
Mengubah ingrowth fibrovascular dengan intervensi jaringan
mengubah penampilan fluorescein dari lesi, dalam lesi tersebut kita dapat
mengamati karakteristik fluorescein dari pembuluh darah secara tidak langsung. Karena kita tidak melihat pembuluh
darah secara langsung tetapi, sebaliknya, menyimpulkan kehadiran mereka melalui
efek tidak langsung, jenis CNV ini disebut okultisme CNV. Ada dua jenis angiografik fluorescein
dari okultisme CNV, dan diferensiasi tergantung pada elevasi relatif dari lesi
yang bocor. Fibrovascular ingrowth menyebabkan elevasi RPE,
menghasilkan fibrovascular PED. Setelah suntikan fluorescein, fluoresensi dalam
fibrovascular PED secara perlahan meningkat, seringkali dengan cara yang
heterogen. Retensi pewarna dalam fibrovascular PED akhir angiogram
mengarah kepenampilan pewarnaan. Kebocoran dari fibrovascular PED
dapat mengakibatkan munculnya hypofluorescence
internal elevasi ke fibrovascular, dan ke ruang subretinal, atau bahkan ke
dalam retina. Kebocoran ini dapat mengaburkan margin luar fibrovascular
PED. Bentuk kedua dari okultisme CNV
disebut kebocoran lambat yang sumber susah ditentukan. Dalam bentuk okultisme CNV, ada
sedikit atau langsung tidak ada hyperfluorescence
awal dan kebocoran yang berasal dari daerah yang sudah ditentukan buruk pada
angiogram. Kebocoran yang lambat dengan sumber yang susah ditentukan
tidak meningkat, seperti sebuah PED fibrovascular.5
2.5
Etiologi
Terdapat banyak
penyakit dan kondisi yang bisa menyebabkan CNV. Antaranya adalah: 6
a) Kondisi
Degeneratif
·
ARMD
·
Myopia
·
Angioid streaks
b) Inflamasi
atau peradangan
·
Histoplasmosis
·
Sarcoidosis
·
Multifocal choroiditis
·
PIC
c)
Tumor koroid
·
Nevi
·
Melanoma
·
Hemangioma
·
Osteoma
d) Trauma
·
Rupture koroid
·
Fotoagulasi laser
e) Idiopatik
2.6 Patofisiologi
Mekanisme CNV tidak
dipahami dengan baik. Hampir setiap proses patologis yang melibatkan RPE dan
kerusakan membran Bruch dapat menjadi CNV. CNV dapat dianggap sebagai respon
penyembuhan luka yang disebabkan dari RPE. Suatu protein yang berasal dari RPE,
pigmen epitel derived factor (PEDF),
ditemukan memiliki efek penghambatan pada okular neovaskularisasi. Peptida lain,
vascular endothelial growth factor (VEGF),
adalah yamg sebagai faktor angiogenik okular.7
Keseimbangan antara
faktor antiangiogenik (misalnya, PEDF) dan faktor angiogenik (misalnya, VEGF)
adalah berspekulasi untuk menentukan pertumbuhan CNV. Penyebab upregulation
VEGF pada CNV masih belum jelas. VEGF upregulation diketahui terjadi akibat
hipoksia, glukosa dan protein c-kinase aktivasi yang tinggi, produk akhir
glikasi lanjut, spesies oksigen reaktif, onkogen yang diaktifkan, dan berbagai sitokin.7
VEGF secara temporal
dan spasial dikaitkan dengan perkembangan CNV. Spesimen histopatologi diperoleh
dari operasi submacular mengungkapkan adanya VEGF pada CNV. Selain itu,
beberapa peneliti telah mendorong pembentukan CNV pada model binatang dengan
meningkatkan ekspresi VEGF. Setelah dilepaskan, VEGF berikatan dengan reseptor
tirosin kinase dalam sel endotel mengaktifkan beberapa jalur transduksi sinyal.
Aktivasi VEGF menginduksi permeabilitas pembuluh darah, proliferasi sel endotel,
dan migrasi sel. Produk akhir adalah pembentukan jaringan pembuluh baru.8
Sebagai pembuluh darah
choroidal baru tumbuh, mereka dapat masuk ke dalam ruang sub - RPE (Gass tipe 1)
atau ke dalam ruang subretinal (Gass tipe 2). Lokasi, pola pertumbuhan, dan
jenis (1 atau 2) CNV tergantung pada usia pasien dan penyakit yang mendasarinya.
Perdarahan dan eksudasi terjadi dengan pertumbuhan lebih lanjut, akuntansi
untuk gejala visual.8
Perubahan patologis mendasar dalam CNV adalah invasi
pembuluh darah melalui bagian luar membran Bruch.Seiring dengan invasi pembuluh
darah, biasanya ada proporsi berbagai sel inflamasi termasuk limfosit dan
makrofag. Setelah membran Bruch tercapai, pembuluh darah dapat
berproliferasi di bagian dalam membran Bruch, atau dalam ruang subretinal, atau
mungkin melakukan keduanya.Ada kecenderungan yang berproliferasi yang abnormal
pada fibrovascular jaringan semasa perdarahan. Darah bebas dapat menumpuk di bawah
RPE, dalam ruang subretinal, atau bahkan mungkin menerobos ke dalam rongga
vitreous. Organisasi darah dapat menyebabkan jaringan parut. Sel-sel RPE di daerah sekitar CNV
mungkin menunjukkan hiperplasia dan metaplasia berserat. Pencampuran elemen-elemen jaringan
menghasilkan bekas luka fibrocellular dikenal sebagai bekas luka disciform. Bagian dalam dari bekas luka secara
karakteristik kurang vaskular dibandingkan bagian terluar. Serous, serosanguineous, atau
detasemen retina hemoragik mungkin terjadi. Eksudasi cairan kronis biasanya
disertai dengan pengendapan bahan subretinal kekuningan disebut sebagai lipid. Bahan ini mungkin terdiri dari
lipid dan lipoprotein dan tampaknya menumpuk, karena fase berair eksudasi yang
diserap lebih cepat dari lipid dan lipoprotein, ia dikeluarkan dari ruang
subretinal melalui mekanisme transportasi yang berbeda.9
Disciform Scar
Dengan perjalanan
waktu, terjadi eksudasi, perdarahan, proliferasi pembuluh adarah, hiperplasia
sel REP, serta invasi fibroblast secara terus menerus sehingga bekas luka yang
cukup besar bisa terbentuk di daerah makula. Kadang-kadang bekas luka menjadi
putih dan berserat dalam penampilan, yang hampir sepenuhnya tanpa terlihat
pembuluh darah. Ini adalah manifestasi stadium akhir khas, yang disebut
sebagai bekas luka disciform, meskipun studi tertentu telah menggunakan
definisi yang sedikit berbeda berdasarkan fluorescein
angiografi. Bekas disciform adalah perkembangan stadium akhir umum di AMD
tetapi dapat dilihat dalam sejumlah penyakit yang berbeda yang menyebabkan CNV.
2.7 Manifestasi Okuler
Pembuluh darah yang invasi menyebabkan efek visual yang
signifikan melalui berbagai mekanisme. Kehadiran fisik pembuluh darah
abnormal menyebabkan distorsi mekanik langsung ke jaringan makula. Neovaskularisasi sering dapat
dilihat sebagai perubahan warna keabu-abuan di bawah retina. Pembuluh darah ini biasanya tidak kompeten dan
mengalami beberapa tingkat kebocoran. Cairan berlebihan yang dihasilkan mengakumulasi
dalam jaringan atau diantara serat jaringan dan hasilnya adalah detasemen dari
RPE, makula, dan edema intraretinal. Ketegangan dari membran fibrovascular yang
berkontraksi dan tekanan hidrostatik yang berlebihan dapat menyebabkan robekan
RPE. Kebocoran kronis dikaitkan dengan
deposisi lipid dan perubahan degeneratif dalam retina yang terlepas. Pembuluh darah yang baru tumbuh
menampilkan kecenderungan untuk berdarah, yang dapat mengakibatkan perdarahan
di bawah RPE atau retina atau, dalam kasus yang ekstrim, dapat menyebabkan
perdarahan terobosan ke dalam rongga vitreous. Akhirnya mengakibatkan proliferasi
RPE, fibroblas, sel glial membantu dalam pengendapan jaringan parut, yang
mengarah ke akumulasi keputihan di bawah makula.9
Sumber untuk CNV, seperti yang tersirat pada namanya, adalah
koroid. Koroid bukanlah satu-satunya sumber
aliran darah.Pembuluh darah retina dapat menyelam kedalam ruang subretinal, dan
berkontribusi pada proses neovascular. Contoh yang paling jelas dari
kecenderungan ini adalah frank
chorioretinal anastomosis, yang dapat dilihat pada kondisi peradangan
seperti toksoplasmosis dan ARMD.9
2.8 Gejala Klinis
Pada anamnesa sering dijumpai: 10
·
Kehilangan visus tanpa nyeri
·
Metamorphosia
·
Parasentral atau scotoma sentral
·
Perubahan dalam ukuran pandangan
Pada pemeriksaan fisik dijumpai: 10
·
Pendarahan subretinal
·
Cairan subretinal
·
Eksudasi lipid
·
Detasemen epitel pigmen retina
·
Fibrosis subretina (disciform scar)
2.9 Faktor Resiko
Faktor resiko sistemik
bervariasi dengan penyebab CNV. Pasien dengan angioid streak biasanya memiliki penyebab
predisposisi, yang paling umum adalah elasticum Pseudoxanthoma. Mereka dengan lesi inflamasi pada
mata mungkin memiliki kondisi sistemik umum. Interaksi antara faktor-faktor
risiko sistemik dan CNV telah dipelajari kebanyakan pada pasien dengan ARMD. Menariknya, banyak dari studi ARMD
diidentifikasi faktor-faktor risiko yang berbeda tergantung pada populasi
diteliti. Salah satu faktor risiko umum untuk kebanyakan studi untuk
pengembangan CNV di ARMD adalah merokok. Faktor risiko lain yang
diidentifikasi dalam beberapa penelitian termasuk hipertensi dan
hiperkolesterolemia. Penyakit Studi kasus-kontrol mata hanya segelintir wanita
yang menggunakan pengganti estrogen, tetapi pasien ini tampaknya memiliki resiko
lebih rendah untuk neovaskularisasi dibandingkan perempuan yang tidak
menggunakan estrogen. Hipertensi tampaknya menjadi faktor risiko untuk respon
yang buruk terhadap termal laser antara pasien dengan juxtafoveal CNV.10
2.10 Diagnosa
Untuk
menegakkan diagnosa CNV dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan
heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka
boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.10
A)
Test Laboratorium
Tidak dilakukan secara rutin, hanya dilakukan jika
ada kondisi tertentu seperti pseudoxantoma elasticum.10
B) Pencitraan
Fluorescein angiography (FA)
Fluorescein angiography (FA) adalah alat penting
dalam mendiagnosa dan mengelola CNV. Pola angiografik yang telah dijelaskan
untuk CNV adalah sebagai berikut: 10
·
Sebuah lesi yang hyperfluorescence di fase awal angiogram, mempertahankan perbatasan
berbatas tegas, dan kebocorannya terlambat
(menutupi perbatasannya) - Klasik CNV
·
Sebuah lesi yang batas-batasnya tidak dapat
ditentukan oleh FA - Okultisme CNV
·
Sebuah lesi, baik ditandai atau buruk ditandai,
yang meningkat padat dan hyperfluoresces tidak teratur dengan derajat yang
berbeda - fibrovascular detasemen epitel pigmen (PED), sebuah bentuk okultisme
CNV)
·
Sebuah lesi yang batas tidak teratur, tidak
jelas, terlambat, kebocoran sub-RPE – late
leakage from undetermined source (LLUS), sebuah bentuk okultisme CNV
Gambar
4 : Fluorescein angiography10
Indocyanine Angiografi Hijau (ICG)
Indocyanine Angiografi Hijau(ICG) memiliki daya
serap puncak dan fluoresensi dalam kisaran inframerah dekat, yang memungkinkan
visualisasi Choroidal patologi melalui cairan serosanguineous, pigmen, atau lapisan
tipis perdarahan yang biasanya menghalangi visualisasi selama FA.10
Karena ICG terikat erat pada protein plasma,
sehingga pewarna susah lolos dari sirkulasi Choroidal, memungkinkan definisi
yang lebih baik dari pembuluh darah choroidal yang patologik.
Optikal Koheran Tomografi (OCT)
Suatu teknik pencitraan diagnostik
medis yang memanfaatkan fotonik (photonics) dan serat optik untuk
mendapatkan gambar dan karakterisasi jaringan mata. Pada tomografi baru ini, saraf optik dan strukturretina digambarkan pada
tingkat resolusi yang sangat tinggi. Lapisan anatomi retina dapat
dibedakan dan ketebalan retina dapat diukur.10
Gambar 5: Optikal Koheran
Tomografi (OCT) 10
2.11 Diagnosa Banding
Angioid Streaks, juga disebut Knapp Streaks atau
Knapp striae adalah bagian kecil dalam membran Bruch, sebuah jaringan elastis
yang mengandung membran retina yang mungkin menjadi kalsifikasi dan retak.11
Pembentukan CNV dibawah retina pada tipe basah dari
degeneratif macula yang berkaitan dengan usia.11
C. Korioretinopati
Korioretinopathy Serosa Tengah (CSCR) adalah
penyakit di mana satu detasemen serosa dari retina neurosensorik terjadi di
area seluas kebocoran dari koriokapillaris melalui epitel pigmen retina (RPE).11
D. Edema Makula
Edema makula
cystoid (CME) adalah suatu kondisi menyakitkan di mana terjadi inflamasi atau
penebalan pada retina pusat (macula) dan biasanya berhubungan dengan
penglihatan sentral kabur atau terdistorsi. Gejala yang kurang umum termasuk
metamorphopsia, micropsia, scotomata, dan fotofobia.11
2.12
Pencegahan
Pencegahan CNV, yaitu:
a. Anti-oksidan dan Zink
Pasien dengan
ARMD (age related macular degeneration) bisa mencegah dari terjadinya CNV
dengan cara mengambil supplemen atau pengasupan makanan yang mengandungi
vitamin C, vitamin E, beta Carotene,zink oxide dan cupric oxide.11
2.13 Terapi
1) Anti-VEGF
Terapi
anti-VEGF bekerja sebagai antagonis angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas
vascular, dimana ia membantu dalam mengurangkan akumulasi cairan subretinal.Keterbatasan utama dari pengobatan anti-VEGF adalah beban
injeksi. Kebanyakan pasien memerlukan beberapa suntikan. Oleh karena itu,
sejumlah protokol yang berbeda melihat menggabungkan terapi photodynamic,
kortikosteroid, dan obat-obatan anti-VEGF.Saat ini, pengobatan pilihan untuk CNV sekunder untuk
degenerasi makula terkait usia eksudatif (ARMD) adalah terapi anti-VEGF
intravitreal. Intravitreal anti-VEGF agen yang digunakan untuk pengobatan CNV adalah sebagai berikut:12
·
Pegaptanib
natrium
·
ranibizumab
·
Bevacizumab
(off-label)
·
Pendekatan
pengobatan lain
2) Fotokoagulasi Laser12
3)
Terapi photodynamic - Menggunakan obat yang diaktifkan cahaya (misalnya, verteporfin) dan cahaya
nonthermal untuk mencapai kehancuran selektif CNV, dapat dikombinasikan dengan
agen intravitreal.12
4)
Eksisi bedah dari subfoveal CNV melalui pars plana vitrectomy12
5)
Translokasi Bedah fovea, untuk subfoveal CNV, yang dihasilkan juxtafoveal atau
extrafoveal CNV maka dapat diobati dengan fotokoagulasi laser standar atau PDT.12
6) Terapi radiasi dosis rendah.12
2.14 Komplikasi
Komplikasi
yang terjadi setelah mendapatkan terapi pada pasien CNV adalah 55% pasien
dengan eksudatif ARMD, 33% pasien dengan presumed
ocular histoplasmosis (POHs), dan 34% dari pasien dengan idiopatik CNV
memiliki CNV berulang atau persisten setelah laser fotokoagulasi. Eksisi bedah
pada CNV mempunyai komplikasi ablasi retina, postvitrectomy katarak, perdarahan
koroidal, membran epimacular, dan lubang makula. CNV yang kambuh berikut eksisi
terjadi hingga 44%.12
2.15 Prognosis
CNV merupakan salah satu
manifestasi dari beberapa kondisi mata yang diketahui ataupun
idiopatik.Prognosisnya tergantung kepada penyebab dari CNVnya sendiri dan juga
dari terapi yang diberikan. Kekambuhan pasca terapi adalah sangat tinggi
sehingga prognosisnya tidak baik.12
BAB
III
KESIMPULAN
Koroidal
Neovaskularisasi (CNV) merupakan suatu pembentukkan pembuluh darah abnormal
yang berasal dari koroid dan pecah melalui membrane Brunch ke dalam epitelium
pigmen sub-retina atau sub-retinal space. Kondisi berlaku karena berbagai punca,
salah satunya adalah degenerative makula yang berkaitan dengan usia dan ada
juga idiopatik.
Pasien bisa mencegah situasi ini dengan mengambik
multivitamin dan multimineral yang mengandungi anti-oksidan dan mineral
zink.Ini terutamanya dapat membantu pada penderita yang menderita ARMD,
sehingga tidak jatuh kepada tipe basah dari ARMD.
Ada beberapa metode yang digunakan mendiagnosa kondisi
ini, dengan bantuan alat mahupun tanpa bantuan alat. Suatu anamnesa yang
lengkap harus diambil untuk melihat manifestasi klinis dari kondisi ini seperti
kehilangan
visus tanpa nyeri, metamorphosia, parasentral atau scotoma sentral dan
perubahan dalam ukuran pandangan. Selain itu pemerikasaan fisik mata dan
pemeriksaan penunjang dengan fluorescein angiography, indocyanine angiografi hijau,
dan optikal koheran tomografi (OCT).
Mekanisme
CNV tidak dipahami dengan baik. Hampir setiap proses patologis yang melibatkan
RPE dan kerusakan membran Bruch dapat menjadi CNV. Peptida lain, faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), adalah yang berperan sebagai faktor
angiogenik okular.
Terapi
yang diberikan pada CNV bisa berupa farmakologi dan non-farmakologi. Contoh
terapi farmakologi adalah terapi anti-VEGF.Contoh terapi non-farmakologi adalah
surgical misalnya eksisi bedah subfoveal dan translokasi. Namun begitu
komplikasi pasca terapi adalah sangat tinggi sehingga mencegah sebelum
terjadinya CNV adalah yang terbaik.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Eva P.R.Vaughan & Asbury: General Pthalmology.
17th Edition. USA: Lange. 2009. p. 389-388
2. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principals of Ophtalmology. Singapore. 2011-2012. p. 64-67
3.
Elaine N Marieb. Human
Anatomy and Physiology. USA: Pearson. 2010. p551,554
4.
Khurana, A K. Comprehensive
Ophtalmology Edisi 4. India: New Age International. 2007. p. 587-372.
5. Jackson,
Timothy L. Moorfields Manual of
Ophtalmology. Edisi 1. China: Elsevier Limited. 2008. p. 443-463
6. T.Scholate.
et.al. Pocket Atlas of Ophthalmology.
German: Thieme. 2006. p. 117,170
7.
K.Weng Sehu, Opthalmic
Pathology. Australia: Blackwell Publishing. 2005 p.225-227
8. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous. Section 4. Singapore. 2011-2012. p. 71 - 89.
9. Liteh Wu, MD. 2009. Choroidal Neovascularization. 15 Sep 2013 [ Available from http://emedicine.medscape.com/article/1190818
]
10. Leonard
A.Levin, Ocular Disease Mechanism and
Management. China: Elsevier. 2010.p522-528.
11. Myron Yanoff,
Yanof and Duker Opthalmologhy. China:
Elsevier. 2009. p651-656.
12. Richard F. Spaide. 2009. Choroidal Neovascularization. 31
December 2010 [ Available
from http://medtextfree.wordpress.com/3010/12/31/chapter-124-choroidal-neovascularization]
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete