BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi
ganda. Selain gizi kurang, secara bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi
masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu
ke waktu. Dari Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 2004 diketahui bahwa gizi baik pada anak usia sekolah dan remaja
umur 5 – 17 tahun sebesar 74%, dengan gizi kurang 18% dan gizi lebih sebesar
8%. Prevalensi gizi kurang paling tinggi pada anak usia sekolah dasar yaitu
21%. Prevalensi gizi lebih cukup tinggi pada kelompok umur 5 – 15 tahun.1
Anak dengan tinggi tubuih yang kurang atau anak
pendek bersal dari ibu hamil yang mengalami kurang gizi. Ibu hamil yang kurang
gizi mempunyai risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan
dengan ibu hamil normal. Apabila bayi BBLR tidak meninggal pada awal kehidupan,
bayi BBLR akan tumbuh dan berkembang dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangna lebih lambat, terlebih lagi apabila mendapat ASI ekslusif yang
kurang dan makanan pendamping ASI yang tidak cukup. Oleh karena itu bayi BBLR
cenderung besar menjadi balita dengan status gizi yang lebih jelek. Balita yang
kurang gizi biasanya akan mengalami hambatan pertumbuhan juga terutama apabila
konsumsi makanannya tidak cukup dan pola asuh tidak benar. Oleh karena itu
balita kurang gizi cenderung tumbuh menjadi remaja yang mengalami gangguan
pertumbuhan dan mempunyai produktivitas yang rendah. Jika remaja ini tumbuh
dewasa maka remaja tersebut akan menjadi dewasa yang pendek, dan apabila itu
wanita maka jelas wanita tersebut akan mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR
lagi, dan seterusnya.2
Status gizi adalah keadaan fisiologis tubuh yang
merupakan akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh.
Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.3
Sedangkan untuk pengukuran status gizi khususnya untuk anak dan remaja
menggunakan pengukuran antropometri yang digunakan untuk melihat status gizi
akut (sekarang) adalah dengan menggunakan IMT/U.3
Dewasa ini, sebagai Negara yang berkembang Indonesia
memiliki masalah status gizi ganda antara lain gizi kurang dan gizi lebih.
Masalah gizi ini tidak mengenal tingkat ekonomi maupun tingkat pendidikan
seseorang, artinya dapat dialami oleh siapa saja. Banyak factor yang
mempengaruhi status gizi seseorang antara lain kemiskinan, persediaan pangan,
tingkat pendidikan, kurangnya pengetahuan tentang gizi dan lingkungan. Di
samping masalah gizi kurang pada anak yang sampai saat ini belum tuntas dapat
diatasi, muncul masalah gizi lebih pada anak yang harus diwaspadai.3
Status gizi anak dipengaruhi oleh beberapa factor
antara lain lingkungan, social ekonomi, gaya hidup, kognitif, perilaku,
biologis dan kesehatan. Sedangkan menurut Mardayanti, factor-faktor yang secara
langsung mempengaruhi status gizi antara lain pola konsumsi makanan
sehari-hari, aktivitas fisik, keadaan kesehatan, pendapatan, pendidikan orang
tua dan kebiasaan makanan.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Status Gizi
a.
Pengertian
Status
Gizi adalah keadaan fisiologis tubuh yang merupakan akibat dari konsumsi
makanan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Status gizi dapat dibedakan
menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Gibson juga menyatakan bahwa status gizi
merupakan keadaan kesehatan tubuh yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization)
zat gizi makanan.3
b.
Penilaian status gizi
Status
gizi bisa didapatkan dengan melakukan pengukuran pada dimensi tubuh. Pengukuran
dilakukan menggunakan parameter umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah
kulit. Menurut standar antropometri WHO 2005 dalam kepmenkes 2010, umur
dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur
2 bulan.5
Berat
badan merupakan parameter terpenting dalam antropometri. Berat bdan digunakan
untuk menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang.
Parameter tinggi badan penting untuk mengetahui gizi masa lalu dan sekarang
jika umur tidak diketahui secara tepat. Lingkar lengan atas dapat digunakan
sebagai salah satu pilihan untuk menilai status gizi karena tidak dapat
mewakili perubahan status gizi seseorang dalam jangka pendek.6
1. Indeks
Antropometri
a) BB/U
Berat
badan merupakan salah satu parameter yang menggambarkan massa tubuh. Massa
tubuh sangat sensitive terhadap perubahan–perubahan kecil. Oleh karena itu
parameter ini sangat labil dan hanya bisa akurat jika tunuh dalam keadaan
normal. Saat kondisi normal, berat badan berkembang selaras dengan umur.
Sedangkan dengan kondisi abnormal, berat badan mungkin lebih lambat maupun
lebih cepat dari yang seharusnya.5
Indeks
BB/U lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. Indeks ini dapat digunakan untuk
menilai status gizi akut atau kronis, sangat sensitive terhadap
perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan (overweight).6
b) TB/U
Tinggi badan adalah
parameter yang dpat melihat status gizi sekarang dan keadaan yang telah lalu.
Pertumbuhan tinggi/panjang badan tidak secepat dan sesignifikan berat badan,
serta relative kurang sensitive untuk menilai masalah kekurangan gizi dalam
waktu singkat. Status kekurangan gizi baru terlihat dalam waktu yang relative
lama.5
c) BB/TB
Berat badan mempunyai
hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan
berat badan akan searah dengan tinggi badan dengan kecepatan gtertentu. Indeks
ini merupakan indeks yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB
merupakan indeks yang idependen terhadap umur.5
d) LLA/U
Lingkar Lengan Atas
(LLA) dapat memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan kulit
LLA biasanya digunakan untuk mengidentifikasi adanya malnutrisi pada anak-anak.
Pada ibu hamil, LLA digunakan untuk memprediksikan kemungkinan bayi yang
dilahirkannya. Parameter ini biasanya digunakan bersama parameter umur yang
disebut dengan indeks LLA/U.5
e) IMT
Gambar 1 |
FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditemukan berdasarkan nilai body mass indeks (BMI). IMT digunakan untuk memantau status gizi orang dewasa. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :5
Gambar 2. |
Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut RISKESDES 2007 yang mengacu pada Depkes 1994 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
IMT tidak dapat digunakan untuk mengukur status gizi anak dan
remaja. Oleh karena itu untuk mengukur status gizi anak dan remaja saat ini
(sekarang) menggunakan IMT/U. indeks ini merujuk pada standar antropometri
penilaian status gizi anak menurut WHO 2005 yang dikeluarkan oleh Kepmenkes
pada tahun 2010. Indeks IMT/U menggunakan ambang batas standar deviasi disebut
juga dengan Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan
memantau pertumbuhan. Standar deviasi
dapat juga dipakai dalam indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.5
f) Tebal
Lemak Bawah Kulit Menurut Umur
Pengukuran tebal lemak
dibawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, missal pada
bagian lengana atas, lengan bawah, tulang belikat, ditengah garis ketiak, sisi
dada, perut, suprailiaka, paha,
tempurung lutut dan pertengahan tungkai bawah. Hasilnya dinyatakan dalam persen
terhadap tubuh total. Secara umum jumlah lemak tubuh untuk pria 3,1 kg dan pada
wanita 5,1 kg.6
g) Rasio
Lingkar Pinggang dan Panggul
Rasio lingkar panggul dan
pinggan untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki. Penyakit yang
berhubungan dengan rasio lingkar pinggang dan panggul ini adalah penyakit
kardiovaskular. Rata-rata rasio orang yang terkena penyakit kardiovaskular dengan
sehat adalah 0,938 dan 0,925.6
2. Figure Rating Scale
Figur
Rating Scale (FRS) atau a novel pectorial method merupakan salah satu cara pengukuran yang
dapat digunakan untuk menilai status gizi berdasarkan BMI seseorang menggunakan
gambar ukuran tubuh manusia, laki-laki dan perempuan sehingga bisa didapatkan
status gizi seseorang melalui persepsi yang didapatkan dari gambar pada
instrument.7
Cara ini telah diuji validitas dan rebilitasnya sehingga
dapat menjadi salah satu instrument untuk menilai status gizi seseorang tanpa
melakukan pengukuran secara langsung. FRS menentukan status gizi berdasarkan Size seseorang dalam gambar seperti
terlihat dalam gambar 3.a dan 3.b
Gambar
3.a
Gambar 3.b
Instrumen ini sudah diuji validitas dan
reabilitasnya sehingga dapat digunakan sebagai salah satu instrument untuk
menentukan status gizi tanpa melakukan pengukuran secara langsung.7
c. Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Status Gizi pada Anak
Supariasa
mengatakan bahwa status gizi dintentukan oleh dua factor yaitu factor secara
langsung dan factor secara tidak langsung. Factor yang mempengaruhi secara
langsung antara lain factor kesehatan dan konsumsi makanan. Sedangkan untuk
factor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah :6
1. Daya
beli keluarga
Kemampuan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan keluarga untuk membeli bahan pangan dipengaruhi oleh
besar kecilnya pendapat keluarga, harga bahan makanan dan tingkat pengelolaan
sumber daya lahan dan pekarangan.6
2. Kebiasaan
makan
Pola makan yang benar
dengan memperhatikan frekuensi makanan utama dan makanan selingan serta
memperhatikan porsi yang pas akan menjadi salah satu cara seseorang mencapai
status gizi yang optimal. Karena dengan hal tersebut, metabolism akan lancer
dan badan akan terasa lebih sehat.6
3. Sosial
Budaya
Penduduk yang tinggal
di daerah perkotaan dan mempunyai pendapatan yang cukup tinggi, akan lebih
memilih makanan kaleng dan olahan pabrik dikarenakan adanya gengsi. Sedangkan
penduduk yang tinggal di daerah pedesaan menganggap bahwa ayah mempunyai
kedudukan yang tinggi sehingga ayah mendapatkan bagian yang paling besar.6
4. Zat
gizi dalam makanan
Makanan yang baik
adalah mengandung zat-zat gizi bagi tubuh. Terdiri dari makronutrien dan
mikronutrien. Dengan asupan makanan yang bergizi diharapkan kesehatan akan
terjaga dan status gizi baik.6
5. Pemeliharaan
kesehatan
Seseorang yang sadar
akan kesehatannya akan berusaha menjaga tubuhnya agar tetap dalam kondisi yang
prima. Dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin, maka secara tidak langsung
akan berdampak baik bagi kesehatannya. Disamping itu individu perlu melakukan
kegiatan-kegaitan preventive agar
tidak mudah terserang penyakit.6
6. Kebersihan
Lingkungan
Penyakit infeksi
berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Bila penyakit infeksi ini menyerang
pada individu maka akan menyebabkan terganggunya status gizi. Lingkungan yang sehat
akan membuat makanan yand dikonsumsi terbatas dari kuman penyebab penyakit
infeksi sehingga gizi baik dapat dicapai.6
d. Patofisiologi
dan Dampak Gizi Lebih
a) Patofisiologi
Gizi Lebih pada anak
Davidson dan Birch
mengatakan bahwa konsep perubahan berat badan disebabkan oleh asupan energy
yang tinggi dan penggunaan energy yang rendah.
Hal serupa juga
dikatakan oleh Supariasa, gizi lebih disebabkan oleh dua hal :6
1. Pemasukan
kalori yang tinggi pada tubuh. Kalori yang tinggi dalam tubuh akan menyebabkan
:
·
Penyimpanan glikogen yang tinggi.
Keadaan ini akan menyebabkan pertukaran glukosa juga tingii. Dengan glukosa
yang tinggi di dalam darah, maka insulin akan ikut naik yang disertai dengan
meningkatnya trigliserida. Peningkatan insulin menyebabkan tingginya reabsorbsi
natrium yang akan berpengaruh pada tekanan darah seeorang.6
·
Penyimpanan protein yang tinggi
menyebabkan simpanan asam amino yang tinggi juga di dalam tubuh.6
2. Pemakaian
energi yang rendah. Pemakaian energi lebih rendah dari asupan kalori, akan menyebabkan
penimbunan lemak dalam tubuh. Penimbuanan dapat terjadi pada beberapa tempat
yaitu :
·
Sel lemak pada gluteal, sehingga
lipolisis basal akan tinggi. Hal ini berakibat pada penurunan kadar HDL dan
penngkatan risiko terhadap penyakit jantung koroner.6
·
Sel lemak pada abdominal, sehingga asam
lemak portal meningkat. Dengan demikian akan terjadi pertukaran kolesterol yang
tinggi yang berpengaruh pada tingginya ekskresi kolesterol serta meningkatnya
risiko terkena batu empedu.6
b) Dampak
Gizi lebih pada Anak
Anak
dengan overweight (gizi lebih)
mempunyai risiko yang cukup besar terhadap berbagai penyakit. Gizi lebih dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan obesitas. Obesitas merupakan gangguan
status kesehatan berupa timbunan lemak akibat dari kelebihan asupan yang tidak
seimbang dengan kebutuhan tubuh.8
Orang
tua merasa bahwa anak dengan kondisi gemuk malah merasa senang karena anggapan
bahwa anak gemuk adalah lucu. Padahal, kegemukan merupakan factor pencetus
terjadinya penyakit yang menurunkan usia harapan hidup. Menurut Devi, jika anak
mengalami gizi lebih, maka akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti :9
1. Memicu
depresi
Anak akan depresi
dengan bentuk badannya yang tidak ideal, apalagi jika anak mendapatkan ejekan
dari teman-temannya, susah berteman, dan tidak diikutsertakan dalam kegiatan
olahraga karena dianggap lamban.9
2. Merusak
Liver (hati)
Lemak pada tubuh yang
semakin lama semakin menumpuk akan menganggu metabolism liver dan menyebabkan
peradangan dan luka pada liver. Hal berikut akan mengundang penyakit hati
lainnya mudah menyerang liver.9
3. Penyakit
jantung koroner
Penyakit jantung
terjadi karena adanya plak yang disebabkan oleh adanya kolesterol dan
trigliserida di dalam darah. Oleh karena itu kelebihan berat badan harus segera
diatasi agar tidak terjadi masalah gizi yang tidak diharapkan.9
4. Diabetes
Terjadinya diabetes
adalah karena tingginya kadar gula dalam darah. Tingginya kadar glukosa dalam
darah jangka waktu yang lama akan menyebabkan diabetes.9
5. Stroke
Stroke diawali dengan
tingginya kolesterol dan trigliserida di dalam darah. Menurut WHO, stroke
adalah gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh darah otak.9
6. Osteoartritis
Kegemukan dapat
menyebabkan adanya gangguan dibagian sendi terutama sendi lutut karena sendi
ini terbebani oleh berat badan yang lebih, dengan begini tulang rawan akan
semakin menipis dan menjadi aus. Akibatnya, dengan gerak sendi yang terbatas,
dapat menyebabkan nyeri dan bisa menyebabkan peradangan. Gejala ini disebut
dengan osteoarthritis.9
c) Masalah
Gizi pada Remaja
1. Obesitas
Walaupun
kebutuhan energy dan zat-zat gizi lebih besar pada remaja daripada dewasa,
tetapi ada sebagian remaja yang makannya terlalu banyak melebihi kebutuhannya
sehingga menjadi gemuk. Aktif berolahraga dan melakukan pengaturan makanan
adalah cara untuk menurunkanberat badan. Diet tinggi serat sangat sesuai untuk
para remaja yang sedang melakukan penurunan berat badan. Pada umumnya makanan
yang serat tinggi mengandung sedikit energy, dengan demikian dapat membantu
menurunkan berat badan, disamping itu serat dapat menimbulkan rasa kenyang
sehingga dapat menghindari ngemil makanan/kue-kue.9
2. Kurang
energy kronis
Pada
remaja badan kurus atau disebut kurang Energi kronis tidak selalu berupa akibat
terlalu banyak olahraga atau aktivitas fisik. Pada umumnya adalah karena makan
terlalu sedikit. Remaja perempuan yang menurunkan berat badan secara drastic
erat hubungannya dengan factor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya
atau dipandang lawan jenis kurang seksi.9
3. Anemia
Anemia
karena kurang zat besiadalah maslah yang paling umum dijumpai terutama pada
perempuan. Zat besi diperlukan untuk membentuk sel-sel darah merah, dikonversi
menjadi hemoglobin, beredar keseluruh jaringan tubuh, berfungsi sebagai pembawa
oksigen.9
Remaja
perempuan membutuhkan lebih banyak zat besi daripada laki-laki. Agar zat besi
yang diarbsorbsi lebih banyak tersedia oleh tubuh, maka diperlukan bahan
makanan yang berkualitas tinggi, seperti pada daging, hati, ikan, ayam, selain
itu bahan makanan yang tinggi vitamin C membantu penyerapan zat besi.9
4. Batasi
konsumsi lemak dan minyak sampai 1/4 dari kecukupan energy.
Lemak
dan minyak yang terdapat dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah
energy, membantu penyerapan vitamin (A, D, E, dan K) serta menambah lezatnya
hidangan. Mengonsumsi lemak dan minyak secara berlebihan akan mengurangi
konsumsi makanan lain.9
5. Makanlah
makanan sumber zat besi.
Zat
besi adalah unsure penting untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan zat
besi berakibat anemia gizi besi (AGB), terutama diderita oleh wanita hamil,
wanita menyusui dan wanita usia subur.9
6. Biasakan
makan pagi
Bagi
remaja dan dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, daya tahan
tubuh, meningkatkan konsentrasi belajar dan meningkatkan produktivitas kerja.9
d) Ketidakseimbangan
Energi
Keseimbangan
energy dalam tubuh ditentukan oleh asupan kalori dari makanan dan pengeluaran
energy melalui aktivitas fisik. JIka
energy melebihi kebutuhan tubuh, maka energy akan diubah menjadi lemak tubuh
sehingga tubuh akan mengalami kegemukan atau berlebih. Kegemukan bisa terjadi
karena kebanyakan makan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak dan
kurang bergerak/ beraktivitas.3
Hal
Selaras juga dikatakan oleh NSW Center
(2005) bahwa peningkatan berat badan dan obesitas berkembang dari akumulasi
ketidak seimbangan energy, dimana asupan energy melebihi keluaran energy.
Tercapainya
keseimbangan energy hingga dapat dicegahnya obesitas menyatakan pentingnya
peran orang tua dalam membentuk pola makan anak-anak, aktivitas dan perilaku
menetap.10
e) Kerentanan
Terhadap Kenaikan Berat Badan
Anak
yang salah satu atau lebih orang tuanya mengalami obesitas, akan mempunyai
kerentanan untuk mengalami obesitas juga. Seorang anak dari orang tua yang memiliki
penyakit jantung memungkinkan untuk mempunyai kebiasaan dalam menghindari
makanan yang berlemak karena mengikuti pola diet orang tua mereka yang mulai
mengurangi konsumsi makanan yang mengandung banyak lipid. Pada dasarnya, anak
dari salah satu atau lebih orang tua obesitas akan lebih rentan bertambah berat
badannya saat mengkonsumsi lemak dibandingkan anak yang salah satu atau lebih
orang tuanya tidak obesitas.10
WHO (2000) mengatakan bahwa orang tua yang salah satu /
keduanya mengalami obesitas, maka anaknya akan mengalami obesitas juga sebesar
50-60%.10
Gambar 4.
Menurut klasifikasi WHO, orang dewasa
dikatakan overweight jika IMT nya
>25, dan jika IMT nya >30, maka disebut dengan obesitas. Berikut
klasifikasi Status gizi orang dewasa menurut WHO (CDC,2006).10
Menurut penelitian yang dilakukan International Obesity
Task Force (IOTF) yaitu bagian dari WHO yang mengurusi masalah kegemukan pada
anak, factor genetic hanya berpengaruh 1% dari kejadian obes pada anak
sedangkan 99% disebabkan factor lingkunagn.11
f) Aktivitas
Fisik
Aktivitas
yang tinggi dapat mengimbangi asupan energy yang berlebihan sehingga tubuh akan
tetap sehat. Survey terbaru menemukan bahwa hanya 36% dari anak-anak yang
mempunayai aktivitas lebih berat sehingga peluang anak-anak untuk kelebihan
berat badan masih sangat tinggi.10
1. Kebiasaan
Olahraga
Fungsi
olahraga antara lain untuk merangsang pertumbuhan anak. Olahraga seperti lari
pagi dengan kaki berjinjit, bola basket, lompat dengan skipping atau berenang
bisa menambah tinggi badan apalagi jika dilakukan pada pukul 6-7 pagi. Ada
baiknya mencoba olahraga rutin yaitu olahraga dia atas 30-60 menit dan
dilakukan 3-5 kali seminggu.9
Aktivitas
olahraga yang diadakan oleh pihak sekolah seminggu sekali akan menambah
aktivitas anak-anak sehingga dapat menyeimbangkan asupan energy dan dapat
mempertahankan berat badan.10
g) Gaya
Pengasuhan dan karakteristik Keluarga
Perilaku
anak-anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Secara tidak sadar, orang tua
adalah social model bagi anaknya. Partisipasi orang tua dalam pola diet dan
aktivitas akan sangat berpengaruh pada perilaku anak. Orang tua yang aktif
lebih mungkin untuk menikmati aktivitas dan percaya dalam kesehatan dan
mendapatkan manfaat positif secara emosional. Orang tua seperti ini akan
menciptakan lingkungan yang mempromosikan kegiatan yang mendorong anak-anak
untuk lebih aktif dengan mendaftarkan anak-anak mereka pada acara olahraga
ataupun kegiatan lainnya.10
Orang tua
khususnya Ibu memiliki peran yang cukup besar bagi anak. Latar belakng
pendidikan ibu , yang akhirnya tergambar pada keterampilan ibu dalam menyiapkan
makanan dan pemenuhan gizi bagi anak-anaknya menyumbang besar terhadap status
gizi keluarga. Dalam pengasuhan, perilaku ibu dalam pemenuhan nutrisi sangat
barkaitan dengan indeks masa tubuh atau status gizi anak.12
Daftar
Pustaka
1. Susanti
S. Gambaran Status Gizi pada Anak Usia 6-12 tahun di SD Sukasari 1 Bandung.
Bandung : FKM USU. 2007.
2. Harsono,
Andry. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Edisi 2. Jakarta: 2006.
3. Almatsier,
Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Utama. 2001.
4. Mardayanti,
Purnama. Hubungan Faktor-Faktor Risiko Dasar Status Gizi pada Anak Remaja Kelas
8 yang Berusia Rata-Rata 12-13 Tahun di SLTPN 7 Bogor. Skripsi. Depok : FKM UI.
2008.
5. Anggraini,
A.C. Asuhan Gizi; Nutritional Care Proses. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012
6. Supariasa.
Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. 2001.
7. Harris,
C.V, Bradlyn, A.S, Coffman, S, Guncel, L. BMI- based body size quides for woman and men : development and validation
of anovel pictorialmethod to asses weigt-related concepts.International
Journal of Obesity. H.32, 336-342. 2008.
8. Uripi,
Vera. Menu Sehat untuk Balita. Jakarta: Puspa Swara 2004.
9. Devi,
Nirmala. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Kompas. 2012.
10. Gibson,
R.S. Principles of Nutrition Assesment.
New York: Second Edition Oxford University Press.
11. Anggraini
dan Suciaty. Faktor Resiko Obesitas pada Anak Taman Kanak-Kanak di Kota Bogor.
Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas
Pertanian IPB. 2008.
12. Prakoso,
I.B, Yamin, A dan Susanti, R.D. Hubungan Perilaku Ibu dalam Memenuhi Kebutuhan
Gizi Balita Di Desa Cibensi Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Jurnal.
Fakultas Ilmu Keperawatan. Bandung: Universitas Padjajaran. 2012.
Comments
Post a Comment