PENDAHULUAN
Katarak merupakan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi
protein lensa ataupun keduanya. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga
penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi
karena proses degenerasi, kongenital, trauma ataupun karena proses komplikasi
penyakit tertentu.1
Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia
dimana hampir setengah dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90%
berasal dari daerah Asia dan Afrika. Sementara itu, sepertiga dari seluruh
kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya
12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia
Tengara.1
Katarak juga merupakan penyebab utama hilangnya
penglihatan di Indonesia. Katarak memiliki derajat kepadatan yang bervariasi
dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan
penuaan. Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga
merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat
berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.2,3
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas,
tanda-tanda awal terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya
matahari, perubahan dalam persepsi warna, dan daya penglihatan berkurang hingga
kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan.
Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena merupakan perubahan
yang progresif.4
Seiring dengan perkembangan katarak, akibat proses
degeneratif dapat terjadi miopia lentikuler (miopisasi). Tujuan disusunnya
laporan kasus ini ialah untuk membahas mengenai miopisasi pada penderita
katarak.4
BAB
II
LAPORAN KASUS
Seorang penderita
perempuan, 63 tahun, suku Minahasa, agama Kristen Protestan, pekerjaan ibu
rumah tangga , alamat Perum XXX, datang ke poliklinik bagian mata RSUP XXX pada
tanggal 1 September 2015 dengan keluhan utama kedua mata pasien kabur. Pasien
mengeluh penglihatan kabur pada kedua mata dialami pasien sejak 4 bulan yang
lalu. Pasien mengaku penglihatan kabur yang dirasakan seperti melihat asap dan
embun. Selain itu pasien juga mengeluhkan silau jika terkena cahaya dan terasa
pedis. Pasien mengeluh sulit membaca walaupun sudah menggunakan kacamata. Pasien
menggunakan kacamata baca dengan ukuran +2.00. Riwayat trauma pada mata, sakit
gula, tekanan darah tinggi dan jantung disangkal penderita.
Pemeriksaan status
opthalmologis subjektif ditemukan VOD 6/30, VOS 6/30, tes konfrontasi pada
kedua mata baik, proyeksi cahaya pada keempat kuadran baik. Untuk mencapai
visus 6/6, mata kanan dan kiri di koreksi dengan lensa sferis -1.50 D add +3.00
D.
Pemeriksaan
dengan tonometer Schiotz diperoleh tekanan intra okuler mata kanan (TIOD) 17,3
mmHg, tekanan intra okuler mata kiri (TIOS) 12,2 mmHg. Pemeriksaan dengan slit
lamp tampak COA normal ODS, lensa ODS keruh. Pemeriksaan funduskopi didapatkan
refleks fundus (+) nonuniform.
Diagnosa
kerja pada pasien ini adalah katarak senilis stadium imatur ODS dan presbiopia
ODS. Penatalaksanaan non-medikamentosa yang diberikan yaitu edukasi tentang
penyakit katarak dan modifikasi gaya hidup dengan mengurangi faktor risiko,
diet dan olahraga. Penglihatan yang menurun pada penderita dapat dikoreksi
dengan kacamata sferis -1.50 D add +3.00 D. Tidak ada medikasi yang dapat
diberikan pada katarak senilis kecuali dengan tindakan bedah.
Prognosis
pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Tidak ditemukan penyakit okuler lain
pada mata pasien.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari anamnesis pada
pasien didapatkan keluhan yaitu kedua mata pasien terasa pedis dan penglihatan
kabur. Penglihatan kabur pada kedua mata pasien dirasakan sejak 4 bulan yang
lalu. Pasien mengaku penglihatan kabur yang dirasakan seperti melihat asap dan
embun. Selain itu pasien juga mengeluhkan silau jika terkena cahaya dan terasa
pedis. Pasien mengeluh sulit membaca walaupun sudah menggunakan kacamata.
Pasien menggunakan kacamata baca dengan ukuran +2.00. Gejala-gejala yang
dialami pasien ini sesuai dengan kepustakaan yang menuju kearah katarak.
Katarak merupakan kekeruhan pada lensa sehingga mengakibatkan penurunan
ketajaman penglihatan. Tingkat kekeruhan yang dialami pasien bervariasi
tergantung dari tingkat kekeruhan lensa. Lensa pasien katarak akan semakin cembung
akibat proses hidrasi korteks sehingga indeks refraksi berubah karena daya
biasnya bertambah dan mata menjadi myopia. Usia pasien yang lebih dari 50 tahun
merupakan salah satu penentu jenis katarak. Jenis katarak pada pasien adalah
katarak senilis.5,6
Pada
pemeriksaan fisik didapatkan visus kurang dari 6/6. Pada pemeriksaan dengan
tonometer Schiotz diperoleh TIOD 17,3 mmHg, TIOS 12,2 mmHg. Pemeriksaan dengan
slit lamp tampak COA normal ODS, lensa ODS agak keruh. Pada pemeriksaan
funduskopi didapatkan refleks fundus (+) nonuniform. Adanya perbaikan tajam
penglihatan menandakan terdapat kelainan pada media penglihatan (kornea, lensa
atau akuos humor). Reflex fundus (+) dapat digunakan untuk membedakan apakah
katarak tersebut matur atau imatur, dimana pada katarak imatur reflex fundus
(+), sedangkan pada katarak matur reflek fundus (-).2
Penatalaksanaan
non-medikamentosa yang diberikan yaitu edukasi tentang penyakit katarak dan
modifikasi gaya hidup dengan mengurangi faktor risiko, diet dan olahraga. Penglihatan
yang menurun pada penderita dapat dikoreksi dengan kacamata sferis -1.50 add
+3.00. Seiring perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan
lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Pada stadium
imatur dapat terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung.2 Tidak
ada medikasi yang dapat diberikan pada katarak senilis kecuali dengan tindakan
bedah. Tindakan bedah dapat dilakukan
bila telah ada indikasi bedah pada katarak senilis, seperti: katarak telah mengganggu
pekerjaan sehari - hari walaupun katarak belum matur, katarak matur, katarak
telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang dapat menimbulkan
glaucoma atau penyulit lainnya.2,5
Prognosis
pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Tidak ada komplikasi yang ditemukan pada
pasien. Secara umum prognosis pasien dengan katarak adalah baik apabila tidak
disertai penyulit atau gangguan pada media penglihatan lainnya.
BAB
IV
KESIMPULAN
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau
terjadi akibat kedua-duanya. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan dalam
waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari
karena merupakan perubahan yang progresif. Seiring dengan
perkembangan katarak, akibat proses degeneratif dapat terjadi miopisasi. Pada perkembangan
katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan lensa, yang pada umumnya
menyebabkan myopia ringan atau sedang. Pada stadium imatur dapat terjadi
miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Manalu
R. Mass Cataract Surgery Among Barabai
Community At Damanhuri Hospital, South Kalimantan. IOA The 11th
Congress In Jakarta, 2006. 127-131
2. Vaughan
DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi
umum. Jakarta: Widya Medika, 2000. 175-183
3. Ilyas
S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2006. 200-11
4. Yorston
D. Monitoring Cataract Surgical Outcomes:
Computerised Systems. http://www. Journal of Community Eye Health.com [diakses 29 Agustus 2015]
5.
Kanski Jack J. Clinical Ophtalmology. Edisi 6. Saunders Elsevier. British. 2008
6. Vicente
Victor D, Ocampo Jr, MD. Senile Cataract.
Department of Ophtalmology, Asian Hospital and Medical Center, Philippines.
2011
Comments
Post a Comment